Pagi yang cerah sekali. Hari ini aku
membawa kameraku dan pergi keluar untuk mencari inspirasi. Terlihat di tas yang
kubawa ada pin yang bertuliskan Institut Teknologi Bandung. Aku berjalan-jalan
menyusuri jalanan Kota Bandung yang asri. Orang yang lewat pasti bertanya-tanya
apakah aku seorang fotografer ?, mahasiswi jurusan DKV ?, Despro ?, atau bahkan
Arsitektur ?. Semuanya salah, aku hanyalah seorang mahasiswi jurusan Desain
Interior yang sedang mempersiapkan tugas akhirnya.
Dari kejauhan aku melihat seseorang,
sepertinya aku kenal. Tapi memori otakku ini sudah terisi penuh dengan tugas,
jadi sulit untuk mengingat-ingat. Orang itu semakin dekat, lalu dia menyapa.
“Hei…, lama gak ketemu ya !, gimana kuliahmu ?”
sapanya.
“Nabila ?, iya lama gak ketemu. Kuliahku ?,
emm… banyak yang harus diceritakan.” Jawabku.
“Baiklah, ayo kita ke kafe dan minum kopi
sambil ngobrol. Aku juga punya banyak cerita untukmu kok, Fan !” kata Nabila.
Seorang wanita dari jurusan Teknik Perkapalan
dan juga sahabat terbaik yang pernah ada, itulah Nabila. Dia sungguh wanita
yang kuat, karena bisa bertahan di jurusan tersebut.
Saat asyik mengobrol di kafe, ada
empat anak SMA yang kelihatannya sedang membolos atau sedang pulang pagi.
Terlihat bedge di seragam mereka yang bertuliskan kelas XI. Masa-masa itu,
kelas XI SMA, masanya untuk bersenang-senang, bercanda tawa riang dengan teman
seperjuangan. Tapi yang paling berkesan bagiku adalah saat kelas XII. Masa-masa
perang, yang dulu kusebut perang dunia ke-3. Perang untuk bisa masuk ke PTN.
Sangat ironis, tapi pada akhirnya aku bisa melaluinya dengan baik.
~~Flashback.
“Fanny!, tolong belikan Ibu sesuatu
di supermarket !” panggil Ibuku. “Ya…” jawabku. “Ini daftar apa yang harus kamu
beli.” tambah Ibuku. Aku hanya mengangguk. Supermarket yang aku tuju tidaklah
jauh dari rumahku. Di jalan aku terus melamun.Huft… liburan semester 1 kelas
XII. Tidak ada yang lebih membosankan dari pada menunggu hasil rapor terakhir
yang harus dimasukkan ke daftar nilai SNMPTN. Liburanku kali ini tidak tenang.
Nilaiku tahun kemarin sempat membaik dan aku harap kali ini bisa lebih baik.
Aku tidak yakin itu akan terjadi.
Kalau anak yang pintar, mereka pasti berfikir. Ini semester 5, apapun yang
terjadi nilaiku harus naik. Apalagi nilai mapel yang harus dikuasai untuk
jurusan kuliah yang akan dituju.Aku juga pasti berfikir demikian, tapi apa
daya rasa takutku melebihi keinginan untuk bisa lebih baik. Aku benar-benar
putus asa dan pasrah dengan apa hasilnya nanti. Di awal semester lalu aku sudah
membuat project berjudul MIN 87. Artinya rata-rata nilaiku kali ini
haruslah minimal 87. Project itulah yang membuatku termotivasi setiap
harinya.
Dari supermarket, aku langsung
menaruh belanjaan di meja ruang makan. Lalu kembali ke kamar dan merenung. Lama
sekali aku merenung. Setelah merenung cukup lama, aku membuka laptop dan
mencari informasi tentang jurusan. Aku berusaha mencari jurusan yang
benar-benar kuminati dan sesuai dengan kemampuanku. Tapi pada akhirnya, aku
hanya bisa menemukan fakultasnya saja. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
dan Fakultas Seni Rupa dan Desain. PTN yang aku tuju adalah ITS, ITB, UNS, dan
pilihan terakhir ISI.
~~~
Hari pertama sekolah di semester 2
kelas XII atau bisa disebut hari penerimaan rapor. Aku tidak tau harus
bagaimana. Sebelum penerimaan rapor, dikelas ada sosialisasi dari UI. Aku
sedikit termotivasi disana, intinya jangan takut ambil jurusan. Setelah itu,
apa yang ditunggu-tunggupun tiba. Ayahku sudah sampai sekolah dan masuk kelas.
Dengan perasaan yang tidak tenang aku menunggu hasilnya.
Absen pertama, walimuridnya sudah
keluar dari kelas. Semua anak-anak di kelasku menggerumbul. Tapi saat dilihat,
ternyata daftar nilai dan rangkingnya tidak ada. Mengecewakan. Aku dan
anak-anak di kelasku berusaha menenangkan diri dengan mengobrol terus. Sampai
pada akhirnya aku lupa apakah Ayahku sudah keluar atau belum. Aku rasa beliau
sudah pulang. Aku bergegas pulang dan langsung melihat raporku.
Aku
sudah melihatnya, dugaanku benar. Ranking turun, nilai rata-rata naik lebih
dari yang diharapkan. MIN 87, hasilku lebih dari 87, tapi 88,29. Pencapaian
yang luar biasa bagiku. Walau rankingku jelek sekali. Rasanya ingin menangis,
bukan menangis senang tapi sangat sedih. Bagaimana tidak, aku tidak mempermasalahkan
ranking. Tapi ada beberapa nilai mapel yang turun. Air mataku tidak bisa turun,
rasanya seperti tertusuk benda yang begitu tajam. Aku harus terima, ini buah
dari ketidak-sungguhanku di semester 5 ini. Menyesal, aku benar-benar menyesal.
~~~
Hari-hari
selanjutnya, aku masih merasa sangat menyesal. Aku masih tidak bisa menangis
hingga saat ini. Hari demi hari aku jalani. Sosialisasi dari berbagai PTN terus
berdatangan. Putus asa, sempat aku putus asa saat sosialisasi dari ITB. Aku
benar-banar ingin menangis saat itu. Entah kenapa, dadaku terasa sesak sekali
mendengar bagaimana kakak-kakak ITB itu menceritakan soal kampusnya, kehidupan
SMA-nya, lolosnya mereka dari SNMPTN. Semua cerita itu bagai tusukan yang tiada
henti.
Setelah
selesai sosialisasi, aku langsung pulang. Pergi ke kamar, mengunci pintunya dan
menagis sejadi-jadinya. Aku benar-benar putus asa. Dalam batinku aku terus
mengatakan, “Aku memang salah, aku tidak sungguh-sungguh menjalani semester 5
ini. Benar kalau nilaiku banyak yang naik, tapi banyak juga yang turun.
Harapanku masuk ke PTN rasanya sirna, SNMPTN ?, tidak ada harapan. Semuanya
sudah berakhir disini, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi”.
Suatu hari disekolah.
“fan, kamu harus ngisi !. Ini daftar jurusan
dan PTN yang kamu inginkan untuk SNMPTN.” Kata teman sekelasku.
“Apa harus sekarang ?” tanyaku.
“Aku rasa tidak….tapi lebih cepat kan, lebih
baik.” Jawabnya.
Tidak taukah dia kalau aku sedang frustasi
sekarang ?. Aku menjadi orang yang begitu terpuruk. Rasanya PTN itu mustahil
bagiku.
Nabila
menghampiriku, dia memukulku dengan kata-kata kejamnya.
“Apakah kau ini orang yang lemah ?, kau
bukanlah temanku jika selalu terpuruk seperti ini !” kata Nabila.
“Aku hanya……..” aku ingin menjawab.
“Sudahlah jangan beralasan lagi. PTN tidak akan
mau menerima orang terpuruk seperti dirimu sekarang ini. Kembalilah ke dirimu
yang dulu yang selalu bersemangat. Aku tidak mau tau, pokoknya besok kau harus
mengisi daftar SNMPTN itu.” sela Nabila.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kata-kata
Nabila seperti tangga yang tinggi yang mengantarkanku ke langit yang lebih
tinggi dengan sinar matahari yang bersinar sangat terang.
Malam
harinya, aku menulis beberapa pilihan jurusan. Tidak hanya Nabila, tapi Ayah,
Ibu, Kakak, dan semuanya, satu-persatu memberi dukungan bagiku. Sudah
kuputuskan Jurusan SNMPTN-ku. Lihat saja besok, aku akan mengisi daftar itu.
Pertama, Perencanaan Wilayah dan Kota, UGM. Kedua, Arsitektur, ITS. Ketiga,
Desain Interior, ITS.
Walaupun
agak ragu, tapi besoknya aku benar-benar menulisnya di daftar. Penantianku lama
sekali. Sampai pada akhirnya, untuk berjaga-jaga aku ikut SBMPTN. Untuk kedua
kalinya aku mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Aku tidak bisa lolos
SNMPTN.
“SNMPTN emang gak bisa dijagain.” kataku.
“Tidak apa-apa, masih ada SBMPTN !” kata
Nabila.
“Apa kamu gak sedih ?, bukannya kamu juga tidak
bisa lolos ?” tanyaku.
“Tak apa. SNMPTN emang punya banyak kriteria
khusus dan kamu tau apa….misterius.” kata Nabila.
Kami tertawa bersama setelahnya. Tidak ada raut
wajah kecewa lagi di wajah kami berdua.
Tak
lama setelah itu, SBMPTN dimulai. Nilai rapor tidak ada nilainya dimataku
sekarang ini. Tes SBMPTN sudah didepan mataku. Tes ini lebih bisa diandalkan.
Aku mati-matian membujuk Ibu dan Ayahku untuk mengizinkanku sekolah di Bandung.
Aku mengambil jurusan yang tidak begitu tinggi, tapi lumayan banyak peminatnya.
Desain Interior, ITB. Lalu Nabila ?, dia tak akan bisa jauh dariku, dia ambil
jurusan yang sangat berani. Teknik perkapalan, ITB. Akhir yang sesungguhnya,
kami berdua sama-sama diterima, kami juga dapat bidik misi. Aku sangat
bersyukur, Allah ternyata punya jalan lain yang lebih baik dan lebih bagus
untuk kulalui.
~~Flashback End.
Kembali
ke kafe tempatku dan Nabila berada.
“Hei kau ngelamun ya ?” Tanya Nabila.
“Oh… mengagetkan saja. Lihatlah anak-anak SMA
itu, apa kau ingat sesuatu ?” jawabku.
“Aku masih ingat dengan jelas walau sudah
hampir 4 tahun lalu. Dan bagaimana terpuruknya kau saat itu” katanya sambil
tertawa.
“Ha ha , kau benar. Tapi itu tidak lucu
sekarang. Aku mungkin akan memukulmu jika berkata seperti itu lagi.” kataku.
Selanjutnya kami mulai berbicara mengenai
bagaimana diri kami dulu saat SMA dan tertawa bersama.
Saatnya
pergi ke kasir untuk membayar.
“Lho Fanny kesini lagi ?, apa gak sibuk buat
tugas kuliah ?” Tanya pemilik kafe.
“Sibuk sih bu, tapi saya tidak bisa mengabaikan
temanku itu.” kataku sambil menunjuk Nabila yang duduk di kursinya.
“Kalau saya mau ganti desain interior kafe ini
lagi, bolehkan kalau saya menghubungi kamu lagi. Desain kafe saya yang kamu
buat ini sangat sesuai dengan yang saya inginkan.” kata pemilik kafe.
“Tentu saja. Tapi setelah saya menyesaikan
skripsi saya.” jawabku.
Dan
begitulah, bagaimana semuanya berakhir. Janganlah takut untuk melakukan
sesuatu. Gagal itu biasa, tapi bangkit berkali-kali itu baru luar biasa.
Jangan selalu terpuruk,Tetap semangat dan yakin bisa. Kita tidak akan pernah
tau apa yang sudah direncanakan Allah untuk kita. Tapi percayalah Allah selalu
punya rencana yang sudah disusun rapi dan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
(ZII)